Ibarat botol ketemu tutupnya, pas
banget. Saat saya hendak berangkat ke Bekasi, sapaan dari Febi melalui pesan
singkat. Tujuan ke Bekasi adalah silaturahim ke saudara dan juga teman-teman.
Tanpa basa basi langsung saya balas sapaannya, “lembur teu feb?”. “teu mar, ini
dikosan. Tapi isukan ka Bandung jigana, ibu saya sakit” jawabnya. “Oke feb,
urang mampir ke kosan nyak”.
Seonggok baja yang diberi label
vespa menemani perjalanan menyusuri jalanan Karawang – Bekasi. Lampu depan yang
tak lebih terang dari flash HP memaksa saya melajukannya secara perlahan tapi
pasti, alon-alon asal kelakon begitu kata orang Jawa, sing penting selamat.
Lokasi TKP tidak jauh dari kawasan industri Jababeka. Karena sebelumnya sudah
pernah mampir, maka tak terlalu sulit mencari lokasinya.
“Kumaha mar?” “Alhamdulillah sehat feb”.
Seperti halnya tuan rumah kepada tamunya yang menanyakan, “Sudah makan belum
mar? kalau belum pesan aja mie di warung depan sekalian kopi juga gak apa apa”.
“Udud mar itu ada banyak, udah
lulus, udah kerja ini, udud atuh haha”
“Haha, iya feb. bukan masalah udah
lulus atau belum lulus, udah kerja atau belum kerja, membunuhmu atau
membunuhku, banyak juga yang ngudud tapi belum meninggal, yang nggak ngudud
juga belum meninggal, ini mah masalah idealisme euy *sok iye hahaha”
Intermezo
sebelum memulai obrolan-obrolan yang mungkin berfaedah. Hehe.
“Gimana
mar anak-anak yang diterima PLN, selain 4 orang ada lagi nggak?”
“Terakhir
mah Eki sama Tri Fani lolos ke tahap lab kalau nggak salah feb”.
“Saya
belum kebuka hatinya euy buat ikutan tes PLN mar, ya selain karena belum dapat
izin”
“Saya
juga kayaknya hanya gengsi aja feb pengen jadi bagian dari PLN, ya pertama dan
utama karena ibu yang tinggal sendiri di rumah, sedangkan PLN harus siap
ditempatkan seluruh Indonesia. Katanya di PLN terjamin nantinya”.
“Itu
dulu, kedepannya kita juga nggak tau kayak gimana”
“Iya juga feb, apalagi ada program
pensiun juga buat perusahaan swasta”
Dari PLN, barulah Febi memulai
segmen ngopi = ngobrol perkara upi. Meskipun dia pernah bilang “saya udah nggak
pengen berurusan kampus lagi mar, pengen fokus ke aktivitas kerjaan”. Tapi
tetap saja obrolannya mengarah kesana. Ada unek-uneknya yang ingin disampaikan
ke kampus, baik ke himpunan ataupun ke prodi Teknik Elektro. Yaa ini sebagai
bukti kepeduliannya terhadap kampus, walaupun statusnya bukan lagi mahasiswa
tetapi alumni.
Awal ngopi dimulai dari
perkembangan prodi Teknik Elektro, TEUAS. “Seharusnya prodi mulai bersiap dan
terus melebarkan sayapnya. Syarat sidang atau pra sidang bukan lagi
berkas-berkas yang ádministratif’ tetapi bagaimana syarat kedepannya bisa
dipergunakan sebagaimana mestinya, seperti nilai TOEFL. TOEFL ini sangat
penting karena beberapa perusahaan BUMN mensyaratkan nilai TOEFL, terlebih lagi
yang punya niat melanjutkan sekolah, tentunya nilai TOEFL adalah syarat
mutlaknya. Nilai TOEFL lokal pun tak masalah, missal PTESOL UPI, ada yang
menggunakan PTESOL UPI lolos administratif perusahaan BUMN. Prodi lain pun sudah
jauh-jauh hari mensyaratkan nilai TOEFL sebagai kelulusannya. Masa kita masih
seperti ini terus. Apa susahnya misalnya fakultas atau prodi bekerja sama
dengan balai Bahasa upi atau sebagai mahasiswa harus bisa ngurus sendiri.
Apalagi Indonesia juga sudah memasuki yang katanya MEA”
“Setuju feb. Saya pernah nanya ke
temen-temen, syarat lulus mereka harus punya nilai TOEFL misal minimal 450.
Tidak usah TOEFL sekelas ITP atau IBT, cukup PTESOL saja dulu. Satu lagi, prodi
TE perlu adanya ujian komprehensif sebagai syarat kelulusannya. Lagi-lagi saya
nanya ke temen-temen pun, mereka ada ujian kompre syarat lulusnya. Bahkan bukan
kampus yang wah pun ada semacam ujian kompre, misal jurusan tarbiyah biologi.
Tujuan ujian komprehensif untuk menilai, mengukur ilmu kelektroannya. Sampai
sejauh mana pemahaman mahasiswanya, yang mungkin nantinya bisa dijadikan
evaluasi kurikulum ataupun pembelajarannya. Meskipun kelak setelah lulus si
mahasiswa akan menjadi pengusaha, designer, atlit dan lainnya yang tak ada
sangkut pautnya dengan elektro, akan tetapi si mahasiswa ini sudah masuk ke area
elektro entah itu karena tak ada pilihan lain, pilihan sendiri, ikut-ikutan,
ataupun paksaan. Empat tahun berkutik dengan arus, tegangan, daya. Minimal ada
output yang bisa jadi ciri lulusan elektro (listrik), minimal mengetahui
dasar-dasarnya. Bagaimana listrik dibangkitkan, prosesnya sampai bisa dinikmati
ke rumah-rumah warga. Saya merasakan sendiri feb, entah karena tidak ada ujian
kompre atau kelalaian pribadi. Saya yang tak ada bayangan tes apa yang
dijalani, modal nekad saja. Pas pertama kali tes di sebuah perusahan, kemudian
ditanya dan disuruh gambar wiring star delta. Aduh, benar-benar tidak ada
bayangan wiring star delta, sudah lama tak dibuka buku matkul praktik, rasanya
malu banget, malu pada almamater. Dari situlah, mungkin jika ada ujian
komprhensif mahasiswa dapat mengingat kembali basic elektro, seperti wiring
star delta, segitiga daya dan kawan-kawannya”.
“Bisa bisa mar. Ujian kompre bisa
dijadikan salah satu tolak ukur dan persiapan mengikuti tes kerja yang jalurnya
masih elektro”
“Kayaknya yang baru pada lulus pun
feb, kalau ditanya wiring star delta, ada sebagian yang nggak bisa. Dengan
adanya ujian kompre ini mahasiswa mau tidak mau, suka tidak suka harus membuka
lembaran-lembaran matkul, mengingat kembali, belajar lagi kelektroannya.
Sebagai bekal untuk tes kerja”
“Saya juga ngerasain mar, yang
namanya CT itu bentuknya seperti apa, ternyata beratnya berkilo-kilo”
“Hahahaha, iya feb. Saya juga pas
udah terjun jadi tau yang namanya bearing dengan penjelasan kodenya, grease,
CT, VCB, beserta nama tools kerjanya. Masih bertahap”.
“Memang tugas engineer adalah
modifikasi, tidak langsung berhubungan dengan mesin (lapangan). Tapi kan
bagaimana mau modifikasi, alatnya aja nggak kenal, nggak tau yang mana.
Pengennya duduk bareng diskusi antara civitas akademik yang terdiri dari
mahasiswa dan dosen dengan para alumni. Diskusi berbagai hal terkait dengan
perkembangan dunia kampus dan dunia kerja. Bagaimana mensinergikan masukan para
alumni terhadap kurikulum prodi. Sudah banyak yang masuk PLN, PJBS misalnya.
Sudah waktunya prodi atau fakultas menjalin kerjasama dengan berbagai
perusahaan agar lulusannya tidak bimbang dengan karirnya, bagi yang ingin
berkarir. Tapi entah kapan waktunya mar. Pengen banget ngomong begini di ruang
diskusi formal”.
“Kampus yang dulu namanya sama-sama
ikip aja udah ada career center untuk engineering. Masa UPI belum. Boro-boro
engineering, karir upi nya masih kosong. FPTK sudah seharusnya mengkoordinir
kerjasama dengan perusahaan. Ada divisi pusat pengembangan karir atau apapun
namanya”.
“Mumpung alumninya masih sedikit
prodi kita ini mar. Masih bisa didata dengan baik. Saya yakin mar, prodi nggak
punya data-data alumni. Pas akreditasi aja, pak Jaja nyariin saya terus terkait
dengan data alumni”.
Setelah sripit kopi, kami
meneruskan obrolannya. Karena Febi pernah diberi wejangan yang ngena banget
oleh Pak Aceng, walaubagaimanapun harus ingat ke himpunan. Obrolan berganti ke
himpunan.
“Pengurus sekarang udah nggak curhat
ke saya lagi mar. Katanya malu sendiri, jadi saran-saran yang masuk tidak
digubris. Padahalkan saya udah bilang begini-begini, yang sudah-sudah itu
begini dan begitu. Pilah dan pilih mana yang bagus dan kurang bagus”.
“Ada juga yang tiba-tiba nanya, kang
gimana yah biar pab bagus. Loh ini permasalahannya aja nggak tau gimana mau
ngasih solusi. Ada solusi berarti ada masalah. Dari masalah tersebut solusi
dapat diambil bukan?”
“Himpunan sekarang sedang berada di
zona nyaman tapi tidak aman. Saking nyamannya lupa akan esensi berhimpunan.
Tidak aman kalau dibiarkan begini terus menerus”.
“Mungkin harus ada ‘interfensi’
lagi feb dari senior?”
“Ya memang, peran senior sangat
penting sebenernya mengarahkan kemana arah himpunan. Tapi kadang pelaksana menganggapnya,
menanggapinya, ngapain sih senior ikut campur. Padahal salah besar, di senior
lah evaluasi-evaluasi periode sebelumnya yang harusnya didiskusikan”.
“Sok mar kalau ada waktu datang ke
mumas, kalau ada. Kalau nggak ada, jangan dipaksakan. Yaa, di CV juga nyantumin
himpunan kan? Hehe”
“Iya feb insya Allah”.
Cangkir menyisakan ampas kopi. Selamat berperan.